Day 1 : Rabu, 16 Mei 2012
Pagi buta pukul 03.15.
Setelah 15 jam lebih rangkaian gerbong kereta Gaya Baru Malam tiba di
Stasiun Wonokromo. Bersama keril penuh logistik dan sebuah
lafuma summertime 3/4 saya menjejakan kaki untuk pertama kali di
Surabaya. Sebelum lanjut ke Bremi saya stay di Bungurasih,
terimakasih buat mas Angga untuk kamar istirahat dan secangkir kopi
paginya.
Di sini sudah menunggu
teman2 yang lain. Mba santi dari Jakarta yg lebih dulu sampai, mas
Wakis, Paheri, dan mas Deni (akhirnya ga ikut join trip), dari
mapala BIRU Gresik : Kancil, Ciprut, Ketum, Kafi, Gathel, dan Gombal.
Jadi tim Argopuro ini berjumlah 10 orang.
Karena keterlambatan
mobil carteran, pukul 14.00 barulah kami meluncur menuju Bremi. Desa
Bremi berada dalam wilayah kecamatan Krucil kabupaten Probolinggo.
Menurut altimeter GPS berada pada ketinggian 1041 mdpl.
Jam setengah 8 malam kabut tipis menyambut kami di
Desa Bremi. Kepada pak polisi jaga di Polsek Krucil kami melaporkan
kedatangan kami sekaligus menumpang tidur malam ini.
Day 2 : Kamis, 17 Mei 2012
Pukul 09.20 seusai
sarapan dan sesi foto, kami berangkat menuju target camp pertama,
Danau Taman Hidup. Ada beberapa persimpangan mulai dari pintu gerbang
pendakian sampai batas hutan pinus atau sebuah pos dengan gazebo
panggung, mengingat ini adalah area perkebunan. Petunjuk sederhana
adalah memilih jalan yang lebih menanjak, atau lebih aman bertanya
penduduk setempat yang terkadang lewat.
Jam 10.20, setelah 30
menit rehat di pos ini kami melanjutkan berjalan memasuki hutan
pinus. Mulai dari sini jalur mulai menanjak, kemiringan +-60 derajat.
Masih enteng lah.
Menjelang danau taman
hidup jalur melandai dengan pohon-pohon yang diselimuti lumut.
Kurang lebih 7 jam dari
Bremi atau tepat pukul 16.05 saya sampai di pertigaan, belok kanan
dan membawa saya ke danau Taman Hidup 10 menit kemudian. Di situ
hanya ada satu plang kecil arah kanan yang menunjuk ke danau.
*Overall rute Bremi – Danau Taman Hidup
adalah relatif mudah, jalur jelas, hampir tidak ada percabangan yang
membingungkan ( kecuali jalur dari gerbang pendakian sampai batas
hutan pinus ). Waktu normal yang ditempuh 6-8 jam. Air membawa
secukupnya saja hanya untuk bekal di perjalanan.
Day 3 : Jum'at, 18 Mei 2012
Karena kesiangan akibat
kecapean dan begadang. Jam 10.15 kami baru selesai re-packing.
Jalur menuju Cisentor
diawali hutan berlumut, tidak menanjak bahkan rata. Terdapat mata air
tidak jauh dari pertigaan. Kualitas air disini lebih oke dari danau
Taman Hidup, air untuk bekal sampai Cisentor/Engkenik better
ngisi disini.
Kurang lebih 30 menit
kemudian jalur mulai menanjak menyusuri punggungan bukit yang menjadi
background danau. Lumayan menguras stamina disini.
Trek berikutnya menyusuri
lereng-lereng bukit. Berbeda dengan dipunggungan. Jalur ini miring,
minim pohon, sempit dan tertutup rumput/semak-semak. Sesekali tubuh
dipaksa condong ke sebelah kanan untuk mengurangi resiko terjatuh ke
dasar bukit di sebelah kiri. Terutama bagi mereka yang mendapat
kehormatan sebagai porter tenda dan logistik.
Pukul 14.08 atau +- 4 jam
dari danau sampailah pada sebuah spot camp. Sebidang tanah datar
lengkap dengan beberapa pohon besar. Tempat mewah beristirahat untuk
beberapa batang rokok.
15an menit dari situ
terdapat pertigaan. Jalan lurus yang menanjak langsung menuju Rawa
Embek tanpa melewati Engkenik dan Cisentor. Info dari rombongan
pendaki yang ternyata balik turun ke pertigaan adalah jalur ini
lumayan berat, tanpa sumber air dan nyaris tanpa bonus trek, “dalane
parah rek, lewat kanan wae” kata pria itu sambil menyeka
keringat.
Tentu saja kami ambil
kanan (jalur normal) mengikuti mereka. Ada tebing batu di sebelah
kiri sebagai penanda jalur ini. Beberapa tanjakan terjal bersambut
turunan curam lalu melandai. Mungkin karena masih musim hujan dan
kabut yang sering hinggap, trek ini sangat licin, sepatu trekking
merk apapun kayaknya tak mempan mengatasinya.
Setelah puas terpeleset
kita akan melewati setapak sempit dan licin yang kanan kirinya
tanaman jancuk setinggi 1.5 meter bahkan lebih. Sampai ke daun2nya
pun berduri.
Dan “tak terasa”
teriknya siang berganti temaram senja. Jam 17.30 kami berempat segera
mencari lokasi ideal untuk ngaso sambil menunggu anggota lain
yang masih di belakang. Jalur taman hidup ke engkenik terkenal akan
banyaknya pendaki yang tersesat. Kombinasi jalur yang naik turun dan
semak-semak yang menutupinya sering membingungkan pendaki. Berjalan
dengan rombongan besar adalah cara teraman.
Pukul 20.45 tenda kembali
digelar di Engkenik, sebuah spot camp untuk 2-3 tenda di tepi mata
air.
Usai semangkuk mi instan
dan segelas teh manis kami sudah terlelap di balik sleeping bag.
*Progress kami hari ini adalah Danau Taman
Hidup-Engkenik ditempuh dalam waktu 10 jam lebih, lambat menurut
saya.
Day 4 : Sabtu, 19 Mei 2012
Pagi ini kami sudah
selesai re-packing pada jam 08.45.
Rute Engkenik –
Cisentor cenderung landai. Di awali dengan menyusuri setapak di bawah
kanopi hutan dan tumbuhan merambat, lalu savana pendek yang
sepertinya acap menjadi arena bermain babi hutan.
Kali ini saya menemani
berjalan di depan. Jam 09.40 atau kurang 1 jam tiba di Cisentor.
Jam 10.15 saya start
summit, berbekal sebotol air sementara keril kami parkir di Cisentor.
Trek summit lebih dominan jalur landai dibanding menanjak, namun
sesekali ditemui tanjakan terjal yang menyiksa. Rute ini terdapat
jalur yang berupa rerumputan sangat lebat setinggi hampir 2 meter.
Harus jeli mengamati jalur disini. Sehingga sangat beresiko jika
dilewati saat hari gelap atau malam hari.
Akhirnya, setelah
trekking 2 hari, puncak gunung ini terlihat juga dari balik semak dan
pohonan.
Jam 11.45 (2 jam berjalan
cepat) Puncak Rengganis berdiri di depan saya. Sedang Puncak Argopuro
di sebelah kanannya.
Puncak Rengganis adalah
bukit berbatu, ada bekas dinding bangunan berupa susunan batu di
beberapa sudut. Ada juga sebuah petilasan di bagian teratas puncak
ini.
Sedangkan Puncak Argopuro
sebuah bukit dengan pepohonan yang lebat.
Setelah mengabadikan
beberapa momen. Kami balik ke Cisentor, tak lupa mampir di Rawa Embek
untuk mengisi ulang botol minum dan menikmati atmosfernya. Seperti
Cisentor Rawa Embek adalah spot camp yaitu tanah lapang sedikit
landai dengan lantai rumput, ada juga sumber air dari sungai kecil.
Namun kebanyakan pendaki memilih ngecamp di Cisentor yang lebih
“hangat”.
Sekitar jam 4 sore saya
nyampe Cisentor, kemudian ngopi dan bermalas2an sambil menunggu 6
teman lain yang masih di atas. Usai shalat maghrib semua anggota tim
sudah berkumpul.
Setelah mengisi perut
kami lanjut ke Cikasur malam itu juga. Keril yang dari siang tadi
tergeletak di rerumputan Cisentor kembali bertengger di punggung.
Berjalan beriringan, jam 19.45 kami menyeberangi sungai mata air dan
meninggalkan dinginnya Cisentor.
Jalur Cisentor-Cikasur
justru menanjak pada satu jam pertama, lalu turunan melandai melewati
lebatnya hutan Argopuro. Ada patok kayu setiap beberapa belas meter
sebagai panduan.
Medan berikutnya adalah
Savanna Argopuro yang terkenal itu. Sayang, saya melewatinya
pada malam hari, beruntung cerahnya langit malam itu menyuguhkan
taburan bintang. Kerlipnya tersebar hingga batas cakrawala di ujung
Savanna.
Kalau tidak salah ingat
Cikasur membentang di hadapan saya usai menuntaskan savana ke 7.
Arloji menunjukan pukul
23.35 ketika kami mulai membongkar keril dan mendirikan tenda.
Ditemani segelas kopi
saya baru memejamkan mata jam 3 pagi.
*etape Cisentor-Cikasur dilibas dalam waktu 4 jam
dengan kecepatan standar.
Day 5 : Minggu, 20 Mei 2012
Jam 13.05, setelah makan
besar, bersantai dan bermain air di sungai Cikasur kami berangkat
menuju Baderan.
Ada perubahan formasi,
mengingat jauhnya rute ini maka Gathel, Kafi, Ketum akan mengawal
Gombal yang ngedrop. Estimasinya mereka harus menginap semalam lagi
dalam perjalanan turun. Sementara itu planing kami berenam
turun hari ini juga.
Well, awal
perjalanan masih berupa savanna dengan landscape langit biru,
bukit hijau dan pohonan pinus.
Setelah itu trekking
menyusuri punggungan bukit yang seperti gak ada ujungnya.
Pukul 17.30 atau 4,5 jam
berjalan saya baru sampai di sumber mata air 1, itu hanya sedikit
lebih jauh dari setengah panjang trek ini!
Jam 19.30 cahaya
citylights muncul dari balik ujung dahan. Sedari Bremi baru
sekarang terlihat. Selanjutnya adalah yang saya tunggu2. ladang
penduduk. Sangat berarti bagi pendaki amatir seperti saya. Kami pun
merayakannya dengan minum bersama sebotol nutrisari.
Namun tak disangka itu
adalah awal malapetaka bagi kaki saya. Mulai dari sini treknya adalah
susunan batu yang gak beraturan, lancip-lancip, tak berbentuk
alih-alih berpola. Efeknya dengkul dan telapak kaki yang tadinya
fine-fine aja jadi nggak karuan. Lecet, itu pasti.
Setelah 2 jam lebih yang
menyedihkan jam 21.50 saya melihat gapura “pendakian Argopuro
baderan” dari kejauhan. momen paling membahagiakan.
Jam 22.30 saya pun sudah
menikmati secangkir kopi sambil mengelus2 kaki di basecamp baderan.
*etape akhir dan paling
berat menurut saya. 10 jam kami menempuhnya.
*saat pendakian ramai para ojeg motor akan mangkal
di batas ladang.
Day 6 : Senin, 20 Mei 2012
Sebenarnya karena ga
dapet lapak tidur aja saya terpaksa begadang. Ditemani kopi hitam,
sebungkus rokok dan obrolan hangat saya menghabiskan malam terakhir
di Argopuro.
Jam 4 pagi! Kami baru
mendapat giliran turun. Dua jam dan sampailah di Besuki. Di sebuah
warung kecil saya mengisi perut sekenyangnya, lalu tidur pulas dalam
bus menuju Surabaya.
Jam 11.00 kami tiba di
Surabaya dengan kondisi badan yang sudah ga asik, maklum 4 hari ga
mandi. Disambut mas Deni dan mas Angga yang kemudian menggiring kami
ke rumahnya untuk selonjoran dan membersihkan diri.
Saya pulang ke Jakarta menumpang Bus Rosalia Indah.
Jam 17.00 start meninggalkan Surabaya. Dalam 23 jam ke depan saya
akan tau pilihan menggunakan moda transportasi bus adalah sebuah
blunder.
Day 7
Selasa sore tanggal 22 Mei 2012 menjelang ashar saya
kembali menjejakan kaki di Jakarta.
That’s end of the
great adventure in Argopuro.
__
Catatan kaki :
- Tiket kereta ekonomi Gaya Baru Malam Jakarta-Surabaya Rp. 33,500.
Tiket
balik Surabaya – Jakarta bisa juga dibeli di Jakarta, sulit didapat
untuk kereta ekonomi. Lebih aman minta tolong kawan di Surabaya untuk
memesankannya.
- Carter mobil Elf (isi 10-11 orang) Surabaya – Bremi Rp. 600,000 tidak rekomendasi, kemahalan, harusnya bisa lebih murah. Bisa juga naek angkutan umum dari Surabaya, namun tetap harus carter mobil dari Probolinggo ke Bremi.
- Angkutan Baderan – Besuki Rp. 10,000
- Bus Besuki – Surabaya Rp. 20,000
- Tiket bus Rosalia Indah Surabaya – Jakarta Rp. 195,000 tidak rekomendasi, perjalanan menggunakan bus jauh lebih lama dibanding kereta dan lebih melelahkan. Apalagi dengan kondisi badan loyo sehabis ndaki.