Sabtu, 18 Agustus 2012

Argopuro : Absolutely trekking

Day 1 : Rabu, 16 Mei 2012

Pagi buta pukul 03.15. Setelah 15 jam lebih rangkaian gerbong kereta Gaya Baru Malam tiba di Stasiun Wonokromo. Bersama keril penuh logistik dan sebuah lafuma summertime 3/4 saya menjejakan kaki untuk pertama kali di Surabaya. Sebelum lanjut ke Bremi saya stay di Bungurasih, terimakasih buat mas Angga untuk kamar istirahat dan secangkir kopi paginya.
Di sini sudah menunggu teman2 yang lain. Mba santi dari Jakarta yg lebih dulu sampai, mas Wakis, Paheri, dan mas Deni (akhirnya ga ikut join trip), dari mapala BIRU Gresik : Kancil, Ciprut, Ketum, Kafi, Gathel, dan Gombal. Jadi tim Argopuro ini berjumlah 10 orang.
Karena keterlambatan mobil carteran, pukul 14.00 barulah kami meluncur menuju Bremi. Desa Bremi berada dalam wilayah kecamatan Krucil kabupaten Probolinggo. Menurut altimeter GPS berada pada ketinggian 1041 mdpl.
Jam setengah 8 malam kabut tipis menyambut kami di Desa Bremi. Kepada pak polisi jaga di Polsek Krucil kami melaporkan kedatangan kami sekaligus menumpang tidur malam ini.

Day 2 : Kamis, 17 Mei 2012

Pukul 09.20 seusai sarapan dan sesi foto, kami berangkat menuju target camp pertama, Danau Taman Hidup. Ada beberapa persimpangan mulai dari pintu gerbang pendakian sampai batas hutan pinus atau sebuah pos dengan gazebo panggung, mengingat ini adalah area perkebunan. Petunjuk sederhana adalah memilih jalan yang lebih menanjak, atau lebih aman bertanya penduduk setempat yang terkadang lewat.
Jam 10.20, setelah 30 menit rehat di pos ini kami melanjutkan berjalan memasuki hutan pinus. Mulai dari sini jalur mulai menanjak, kemiringan +-60 derajat. Masih enteng lah.
Menjelang danau taman hidup jalur melandai dengan pohon-pohon yang diselimuti lumut.
Kurang lebih 7 jam dari Bremi atau tepat pukul 16.05 saya sampai di pertigaan, belok kanan dan membawa saya ke danau Taman Hidup 10 menit kemudian. Di situ hanya ada satu plang kecil arah kanan yang menunjuk ke danau.
*Overall rute Bremi – Danau Taman Hidup adalah relatif mudah, jalur jelas, hampir tidak ada percabangan yang membingungkan ( kecuali jalur dari gerbang pendakian sampai batas hutan pinus ). Waktu normal yang ditempuh 6-8 jam. Air membawa secukupnya saja hanya untuk bekal di perjalanan.

Day 3 : Jum'at, 18 Mei 2012

Karena kesiangan akibat kecapean dan begadang. Jam 10.15 kami baru selesai re-packing.
Jalur menuju Cisentor diawali hutan berlumut, tidak menanjak bahkan rata. Terdapat mata air tidak jauh dari pertigaan. Kualitas air disini lebih oke dari danau Taman Hidup, air untuk bekal sampai Cisentor/Engkenik better ngisi disini.
Kurang lebih 30 menit kemudian jalur mulai menanjak menyusuri punggungan bukit yang menjadi background danau. Lumayan menguras stamina disini.
Trek berikutnya menyusuri lereng-lereng bukit. Berbeda dengan dipunggungan. Jalur ini miring, minim pohon, sempit dan tertutup rumput/semak-semak. Sesekali tubuh dipaksa condong ke sebelah kanan untuk mengurangi resiko terjatuh ke dasar bukit di sebelah kiri. Terutama bagi mereka yang mendapat kehormatan sebagai porter tenda dan logistik.
Pukul 14.08 atau +- 4 jam dari danau sampailah pada sebuah spot camp. Sebidang tanah datar lengkap dengan beberapa pohon besar. Tempat mewah beristirahat untuk beberapa batang rokok.
15an menit dari situ terdapat pertigaan. Jalan lurus yang menanjak langsung menuju Rawa Embek tanpa melewati Engkenik dan Cisentor. Info dari rombongan pendaki yang ternyata balik turun ke pertigaan adalah jalur ini lumayan berat, tanpa sumber air dan nyaris tanpa bonus trek, “dalane parah rek, lewat kanan wae” kata pria itu sambil menyeka keringat.
Tentu saja kami ambil kanan (jalur normal) mengikuti mereka. Ada tebing batu di sebelah kiri sebagai penanda jalur ini. Beberapa tanjakan terjal bersambut turunan curam lalu melandai. Mungkin karena masih musim hujan dan kabut yang sering hinggap, trek ini sangat licin, sepatu trekking merk apapun kayaknya tak mempan mengatasinya.
Setelah puas terpeleset kita akan melewati setapak sempit dan licin yang kanan kirinya tanaman jancuk setinggi 1.5 meter bahkan lebih. Sampai ke daun2nya pun berduri.
Dan “tak terasa” teriknya siang berganti temaram senja. Jam 17.30 kami berempat segera mencari lokasi ideal untuk ngaso sambil menunggu anggota lain yang masih di belakang. Jalur taman hidup ke engkenik terkenal akan banyaknya pendaki yang tersesat. Kombinasi jalur yang naik turun dan semak-semak yang menutupinya sering membingungkan pendaki. Berjalan dengan rombongan besar adalah cara teraman.
Pukul 20.45 tenda kembali digelar di Engkenik, sebuah spot camp untuk 2-3 tenda di tepi mata air.
Usai semangkuk mi instan dan segelas teh manis kami sudah terlelap di balik sleeping bag.
*Progress kami hari ini adalah Danau Taman Hidup-Engkenik ditempuh dalam waktu 10 jam lebih, lambat menurut saya.

Day 4 : Sabtu, 19 Mei 2012

Pagi ini kami sudah selesai re-packing pada jam 08.45.
Rute Engkenik – Cisentor cenderung landai. Di awali dengan menyusuri setapak di bawah kanopi hutan dan tumbuhan merambat, lalu savana pendek yang sepertinya acap menjadi arena bermain babi hutan.
Kali ini saya menemani berjalan di depan. Jam 09.40 atau kurang 1 jam tiba di Cisentor.
Jam 10.15 saya start summit, berbekal sebotol air sementara keril kami parkir di Cisentor. Trek summit lebih dominan jalur landai dibanding menanjak, namun sesekali ditemui tanjakan terjal yang menyiksa. Rute ini terdapat jalur yang berupa rerumputan sangat lebat setinggi hampir 2 meter. Harus jeli mengamati jalur disini. Sehingga sangat beresiko jika dilewati saat hari gelap atau malam hari.
Akhirnya, setelah trekking 2 hari, puncak gunung ini terlihat juga dari balik semak dan pohonan.
Jam 11.45 (2 jam berjalan cepat) Puncak Rengganis berdiri di depan saya. Sedang Puncak Argopuro di sebelah kanannya.
Puncak Rengganis adalah bukit berbatu, ada bekas dinding bangunan berupa susunan batu di beberapa sudut. Ada juga sebuah petilasan di bagian teratas puncak ini.
Sedangkan Puncak Argopuro sebuah bukit dengan pepohonan yang lebat.
Setelah mengabadikan beberapa momen. Kami balik ke Cisentor, tak lupa mampir di Rawa Embek untuk mengisi ulang botol minum dan menikmati atmosfernya. Seperti Cisentor Rawa Embek adalah spot camp yaitu tanah lapang sedikit landai dengan lantai rumput, ada juga sumber air dari sungai kecil. Namun kebanyakan pendaki memilih ngecamp di Cisentor yang lebih “hangat”.
Sekitar jam 4 sore saya nyampe Cisentor, kemudian ngopi dan bermalas2an sambil menunggu 6 teman lain yang masih di atas. Usai shalat maghrib semua anggota tim sudah berkumpul.
Setelah mengisi perut kami lanjut ke Cikasur malam itu juga. Keril yang dari siang tadi tergeletak di rerumputan Cisentor kembali bertengger di punggung. Berjalan beriringan, jam 19.45 kami menyeberangi sungai mata air dan meninggalkan dinginnya Cisentor.
Jalur Cisentor-Cikasur justru menanjak pada satu jam pertama, lalu turunan melandai melewati lebatnya hutan Argopuro. Ada patok kayu setiap beberapa belas meter sebagai panduan.
Medan berikutnya adalah Savanna Argopuro yang terkenal itu. Sayang, saya melewatinya pada malam hari, beruntung cerahnya langit malam itu menyuguhkan taburan bintang. Kerlipnya tersebar hingga batas cakrawala di ujung Savanna.
Kalau tidak salah ingat Cikasur membentang di hadapan saya usai menuntaskan savana ke 7.
Arloji menunjukan pukul 23.35 ketika kami mulai membongkar keril dan mendirikan tenda.
Ditemani segelas kopi saya baru memejamkan mata jam 3 pagi.
*etape Cisentor-Cikasur dilibas dalam waktu 4 jam dengan kecepatan standar.

Day 5 : Minggu, 20 Mei 2012

Jam 13.05, setelah makan besar, bersantai dan bermain air di sungai Cikasur kami berangkat menuju Baderan.
Ada perubahan formasi, mengingat jauhnya rute ini maka Gathel, Kafi, Ketum akan mengawal Gombal yang ngedrop. Estimasinya mereka harus menginap semalam lagi dalam perjalanan turun. Sementara itu planing kami berenam turun hari ini juga.
Well, awal perjalanan masih berupa savanna dengan landscape langit biru, bukit hijau dan pohonan pinus.
Setelah itu trekking menyusuri punggungan bukit yang seperti gak ada ujungnya.
Pukul 17.30 atau 4,5 jam berjalan saya baru sampai di sumber mata air 1, itu hanya sedikit lebih jauh dari setengah panjang trek ini!
Jam 19.30 cahaya citylights muncul dari balik ujung dahan. Sedari Bremi baru sekarang terlihat. Selanjutnya adalah yang saya tunggu2. ladang penduduk. Sangat berarti bagi pendaki amatir seperti saya. Kami pun merayakannya dengan minum bersama sebotol nutrisari.
Namun tak disangka itu adalah awal malapetaka bagi kaki saya. Mulai dari sini treknya adalah susunan batu yang gak beraturan, lancip-lancip, tak berbentuk alih-alih berpola. Efeknya dengkul dan telapak kaki yang tadinya fine-fine aja jadi nggak karuan. Lecet, itu pasti.
Setelah 2 jam lebih yang menyedihkan jam 21.50 saya melihat gapura “pendakian Argopuro baderan” dari kejauhan. momen paling membahagiakan.
Jam 22.30 saya pun sudah menikmati secangkir kopi sambil mengelus2 kaki di basecamp baderan.
*etape akhir dan paling berat menurut saya. 10 jam kami menempuhnya.
*saat pendakian ramai para ojeg motor akan mangkal di batas ladang. 

Day 6 : Senin, 20 Mei 2012

Sebenarnya karena ga dapet lapak tidur aja saya terpaksa begadang. Ditemani kopi hitam, sebungkus rokok dan obrolan hangat saya menghabiskan malam terakhir di Argopuro.
Jam 4 pagi! Kami baru mendapat giliran turun. Dua jam dan sampailah di Besuki. Di sebuah warung kecil saya mengisi perut sekenyangnya, lalu tidur pulas dalam bus menuju Surabaya.
Jam 11.00 kami tiba di Surabaya dengan kondisi badan yang sudah ga asik, maklum 4 hari ga mandi. Disambut mas Deni dan mas Angga yang kemudian menggiring kami ke rumahnya untuk selonjoran dan membersihkan diri.
Saya pulang ke Jakarta menumpang Bus Rosalia Indah. Jam 17.00 start meninggalkan Surabaya. Dalam 23 jam ke depan saya akan tau pilihan menggunakan moda transportasi bus adalah sebuah blunder.
Day 7
Selasa sore tanggal 22 Mei 2012 menjelang ashar saya kembali menjejakan kaki di Jakarta.
That’s end of the great adventure in Argopuro.

__

Catatan kaki :
  • Tiket kereta ekonomi Gaya Baru Malam Jakarta-Surabaya Rp. 33,500.
Tiket balik Surabaya – Jakarta bisa juga dibeli di Jakarta, sulit didapat untuk kereta ekonomi. Lebih aman minta tolong kawan di Surabaya untuk memesankannya.
  • Carter mobil Elf (isi 10-11 orang) Surabaya – Bremi Rp. 600,000 tidak rekomendasi, kemahalan, harusnya bisa lebih murah. Bisa juga naek angkutan umum dari Surabaya, namun tetap harus carter mobil dari Probolinggo ke Bremi.
  • Angkutan Baderan – Besuki Rp. 10,000
  • Bus Besuki – Surabaya Rp. 20,000
  • Tiket bus Rosalia Indah Surabaya – Jakarta Rp. 195,000 tidak rekomendasi, perjalanan menggunakan bus jauh lebih lama dibanding kereta dan lebih melelahkan. Apalagi dengan kondisi badan loyo sehabis ndaki.
Penulis  : Kampret.
              Fb : https://www.facebook.com/samz.d.kampret
              Twitter :